Sebelummembuka argumentasi ini, saya minta maaf dengan sangat apabila kemudian setelahmembacanya, anda mungkin termasuk ke dalam pihak yang terintimidasi olehkalimat-kalimat saya. Saya menulis demi kebaikan berbagai pihak, juga demi mengaspirasikanperspektif saya dalam berbagai bidang. Namun dari lubuk hati yang paling dalam,saya sangat menghargai semua pendapat dan masukan, dan sama sekali tidak inginperpecahan diantara pelbagai pihak. Dengan ini saya nyatakan argumentasi ini telahdibuka.
Jelaskita semua telah mengenal kata senioritas, sangat tak asing dan tak lain adalahperilaku orang-orang yang lebih tua, entah berapa ratus tahun sehinggamenimbulkan sifat seperti ini, sehingga kita di posisi yang lebih muda seolahditakdirkan dan dihalalkan untuk diinjak-injak secara semena-mena oleh mereka.Saya pribadi, sejak dalam kandungan hingga setua ini tidak pernah sedetik puningin menguasai dan mengeksploitasi mereka yang lebih muda. Memang padahakekatnya setiap orang memiliki prinsip yang berbeda, namun menurut saya polapikir yang cenderung seperti disebutkan, yaitu senioritas perlu diminimalisir.Mengapa? Sudah sangat jelas jawabannya. Namun ternyata, sebagian besar darikita dengan sangat tidak sadar, atau mungkin sangat sangat sadar, telahmenerapkan prinsip senioritas kepada mereka yang dibawah kita. Apakah andatermasuk satu diantara mereka?
PRINSIP SENIORITAS
Sayatelah lama berusaha untuk berpikir dengan sudut pandang yang digunakan olehmereka yang menerapkan sistim senioritas, dan apa yang saya dapatkan adalahsebagai berikut, ditinjau dari motif mereka melakukan penindasan baik secaraverbal maupun fisik:
1. Kita hidupbeberapa tahun lebih lama dari mereka
2. Kita telahmendiami sekolah itu lebih dahulu
3. Karena kitalebih tua maka kita pantas untuk dihormati, jika perlu disembah dan dipanggil‘paduka’
4. Mereka barusaja masuk sekolah ini kok sudah cari masalah
5. Merekadilarang melakukan kesalahan karena kita mengawasi gerak-gerik mereka, maludong sama yang lebih tua
Lalu sayaberpindah perspektif menjadi seorang yang transisi atau netral (walaupun dibumi pertiwi ini tidak ada satupun orang yang netral), maka saya mendapatibeberapa pertanyaan yang harus dipertanyakan dengan wajah songong terhadapbeberapa prinsip senioritas yang telah saya sebutkan sebelumnya:
PRINSIP LOGIS YANG SEHARUSNYA
1. Lalu kenapajika kalian lebih tua beberapa tahun dari kita? Sama-sama makan nasi kan?Sama-sama manusia kan?
2. Jadi kalianyang bangun gedung sekolah sehingga kalian berhak untuk mengadili kami yangdatang setelah kalian? Sekolah itu institusi untuk cari ilmu bukan cari tempatkekuasaan
3. Guru ajanggak minta disembah, kok kalian yang hanya kakak kelas banyak maunya? Apakontribusi kalian terhadap kehidupan kita? Kalian nggak ada toh juga oksigenmasih ada. Apa perlu kita persembahkan sesajen setiap hari?
4. Seharusnyasebagai yang lebih tua kalian berpikir seperti ini: “Aku lebih lama sekolahdisini, harusnya kalo aku bikin masalah, aku lebih malu dan lebih pantasdihukum karena aku lebih berpengalaman. Jika dibandingkan dengan yang barumasuk sekolah, wajar kalo bikin masalah karena masih adaptasi dengan lingkunganbaru. Berbuat salah itu manusiawi kan?”
5. Namanyajuga manusiawi bukan kudawi ataupun sawi. Wajar dong kalo bikin masalah. Kaloada yang salah, sebagai kakak kelas yang baik ya diingatkan supaya nggakdiulangi. Sesimpel itu kan?
Disini sayasama sekali tidak munafik karena seumur hidup saya yang baru 15 tahun ini,prinsip-prinsip itulah yang saya gunakan dan saya menjamin dengan sangat bahwahal-hal tersebut diataslah yang akan saya lakukan terhadap mereka yang lebihmuda. Saya berani bicara banyak karena memang itulah yang saya jadikan pedomanbahwa perbedaan umur bukanlah indikator seseorang untuk melakukan penindasan.Saya tekankan bahwa TIDAK SEMUA kakak kelas melakukan prinsip senioritasterhadap adik kelasnya. Hanya sebagian, walaupun besar.
Namun tidaksepenuhnya sikap senioritas berbuah negatif karena dimanapun junior beradapasti dibutuhkan peran senior untuk membimbing mereka. Saya ulangi untukmembimbing mereka. Mungkin efek mutasi gen sehingga kata ‘membimbing’ memilikikonotasi yang sangat mengerikan, yaitu mengendalikan, mengeksploitasi,menginjak-injak, menghina, merendahkan, diskriminasi, dan lain sebagainya.Membimbing ya membimbing, dengan halus dan tepat sasaran. Itulah fungsi senior.Yah dunia semakin panas, peran globalisasi juga sangat berpengaruh sehinggasenior menjadi penguasa sesaat ketika masa orientasi siswa. Marilah kita bahasfungsi MOS yang sesungguhnya di mata saya.
MASA ORIENTASI SISWA
Logis saja,dari namanya yang berbunyi MASA ORIENTASI SISWA. Masa berarti waktu yangdibutuhkan dalam melakukan sesuatu, orientasi berarti penyesuaian diri kepadasesuatu, dan siswa berarti konsumen dari sistem pendidikan. Dengan sangat jelasMOS adalah beberapa hari yang digunakan untuk mensosialisasikan lingkungansekolah kepada siswa-siswi baru. Jelas bukan?
Yah, sayarasanya sudah dua kali mengalami MOS. Satu di SMP, dan barusan saja di SMA,saya lupa apakah SD mengalami MOS atau tidak, ya kurang lebih seperti itulahumumnya. Dari pengalaman yang saya dapat, saya pribadi sangat ‘sumpek’ dengankebijakan yang diterapkan ketika MOS. Bayangan saya adalah hari-hari indahdimana saya dan teman-teman baru diajak berkeliling sekolah sambil bernyanyidan menari dan dikenalkan dengan seluk beluk sekolah baru. Sangat menyenangkandan sangat dinantikan. Namun bagi berbagai suku bangsa, MOS terasa sepertineraka beberapa hari. Saya sendiri sangat malas dan menjalaninya setengah hatikarena saya dibebani capek batin dan capek kuping akibat teriakan senior yangmembahana. Selain itu kegiatan yang seolah-olah jika saya melalaikannya makasaya akan dicambuk dengan cacian dan kalimat pedas senior. Jujur saja sayatidak terpengaruh dan tidak goyah jika saya ditempatkan dalam situasi diserangsenior karena saya tipe ignorant tingkat tinggi. Namun tidak semua manusia didunia yang fana ini memiliki perasaan sedingin saya. Ada mereka yang hatinyahalus bagai tissue yang jika diberi kata-kata kasar akan segera sobek danakibatnya air mata yang murni menetes dramatis. Ada juga mereka yang keraskepala dan memberontak ketika dimarahi, saya bukan tipe seperti itu, saya lebihtepatnya diam saja dan memasang wajah ‘mlete’ sudah cukup memuaskan hasratsenior untuk murka. Kembali ke laptop, bahwa sesungguhnya kegiatan MOS yangsaya dan teman-teman sekalian alami menurut saya sangat tidak efektif. Tidakbisakah saya bersenang-senang dan tidur dengan nyenyak tanpa harus galau akibatmission impossible yang diberikan senior ketika MOS? Ya tidak bisa. Entahmengapa saya merasa capek batin. Untuk apa memberikan tugas menumpuk yanganeh-aneh? Demi menjunjung tinggi nama bangsa? Demi apa? Demi tuhan?? Sayasangat bingung, di sisi lain sangat kesal. Bukankah lebih baik melakukankegiatan sesuai dengan arti MOS yang sesungguhnya?
Mungkin sudah tradisi. Tra. Di. Si.Ya mau bagaimana lagi, jikalau saya harus mengalami mimpi buruk seperti itulagi, lebih tepatnya ospek, ya kembali ke perasaan saya yang seperti beton yangtidak goyah disambar petir maupun dihempas badai topan, SAYA MEMANG TIDAKPEDULI SENIOR SAYA, kurang lebih itulah saya sejak dalam kandungan. Kalau sudahmenjadi tradisi, kira-kira bisakah tradisi yang kurang tepat dan tidakekuivalen dengan arti dari MOS sendiri ini diganti? Doakan saya menjadipenguasa dan diktator seperti Adolf Hitler supaya saya bisa mewujudkan prinsipyang menjunjung masa depan ke arah yang lebih bersinar dan berjaya..
Mari masuk ke sub-bab berikutnyayang akan membahas tentang pengalaman pribadi dalam hidup saya yang menurutsaya konyol dan sangat tidak logis, namun apa daya semua telah terjadi,sebelumnya saya dengan sangat tulus meminta maaf apabila anda ‘merasa’ bahwaanda berperan utama dalam pengalaman yang akan saya uraikan berikut, karenasejujurnya itulah yang terjadi dan yang ada di pikiran saya. Saya tidakmenyebutkan nama, hanya mengisahkan kembali.
PENGALAMAN PRIBADI
Kisahyang pertama adalah sewaktu saya masih di bangku SMP. Saya adalah pribadi yangsangat cuek dan sangat tidak peduli penampilan kala itu, saya tidak pedulisekitar saya, apalagi kegiatan kakak kelas yang sangat tidak menarik menurutsaya. Namun ada sebuah kisah dimana saya merasa sangat antusias untukmenelusuri lebih jauh. Ada sebuah geng. Geng ini, entah sejak kapan dan dariantah berantah mana munculnya saya kurang tahu, dikisahkan bahwa anggota darigeng ini sering berulah, ya taulah kalo ada pendatang baru, lebih tepatnya adikkelas. Terdiri dari kaum adam dan kaum hawa dengan paras rupawan dan latarbelakang berduit. Sebenarnya saya tidak ingin memandang dari segi seperti itutapi itulah yang ada di pikiran teman-teman saya ketika melihat mereka, sayapribadi tidak melihatnya seperti itu.
Inibeberapa komentar teman-teman saya terhadap mereka:
1. “Aku nggakberani cari gara-gara sama golongan itu, tau sendirilah akibatnya”
2. “Yang adadi golongan itu cantik-cantik, ganteng-ganteng, anak orang kaya pula” dengankagumnya berkomentar.
3. “Aduh akutakut banget sama mereka, mereka kan kaum yang sangat influencing di sekolah”
4. “Aku habisdiliatin nggak enak sama golongan elit itu. Aku takut banget dilabrak”
5. “Aku masihbaru, wajar lah kalo aku harus hormat sama mereka”
Dan inilahapa yang ada di pikiran saya beberapa saat setelah saya mendengar pendapat teman-temanmengenai geng ini:
1. “Saya nggakpeduli akibatnya, saya kesini mau cari ilmu. Lagian ada apa sama golongan itu?Golongan apa sih itu? Golongan darah?”
2. “Teruskenapa kalo cantik dan ganteng? Kenapa kalo anak orang kaya? Nggak pedulisedikit pun”
3. “Nggakpeduli sih, ngapain takut?”
4. “Wajar dongkalo diliatin kan punya mata. Emang kalo dilabrak mati? Nggak kan? Sante aja,spongebob masih tayang”
5. “Ngapainhormat cuma gara-gara saya anak baru? Ini sekolah bukan kerajaan”
Yah sayamemang tipe sarkasme yang tidak suka dengan keberadaan kasta, apalagi antarageng elit (?) dan adik kelas. Untuk apa? Lebih tepatnya sedang apa? Kok rasanyakesannya mereka mendirikan sekolah ini dengan tangan kosong dan tanpa alatbantu seperti traktor pemindah beton. Pendapat saya? Nggak tau ya, saya nggakpeduli. Dilabrak? Dulu hampir, tapi saya nggak tau kenapa kok nggak jadi,padahal saya sudah menyiapkan wajah ‘mlete’ saya.
LABRAK, DILABRAK, MELABRAK
Istilahyang sudah mendunia hingga galaksi tetangga. Saya nggak ngerti kenapa, tapidulu metode ini sangat populer dan sangat efektif. Efektif dalam segi apa?Mungkin bagi senior saya dalam segi membunuh nyali yang lebih muda. Labrak,satu lawan sekian orang. Dari polanya saja sudah terlihat jelas bahwa ini maincurang karena satu pemain dilawan banyak pemain yang extremely coward.Bayangkan jika kalian bermasalah dengan Mbak Sofia, lalu yang marah-marah kekalian satu kampung dengan wajah mistis nan eksotis sambil memekik layaknyakuda, tak lupa kuah yang muncrat ke wajah putih mulus kalian. Ya seperti itulahcontoh kronologi proses melabrak.
Kadangsebelum tidur saya tertawa sendiri mengingat dan memikirkan, kira-kira apa yangada di pikiran senior saya tatkala pra dan pasca pelabrakan. Apakah denganberjamaah dapat menyelesaikan masalah? Logisnya, punya masalah dengan MbakSofia, penyelesainnya ya sama Mbak Sofia. Ngapain kok pasukannya Mbak Sofiaikutan murka? Lucu kan? Akhirnya tersirat sifat coward senior saya yangmenyatakan secara tidak langsung bahwa mereka tidak cukup nyali untukmenyelesaikan masalah secara empat mata. Yaaaah...
Referensisaja, bahwa jikalau saya dilabrak senior, seperti yang telah saya katakan,wajah ini sudah siap untuk tampil dengan mempesona. Tanpa harus mengeluarkansepatah kata. Hemat pangkal kaya.
Marikita masuk ke pengalaman kedua di SMA. Saya memang masih kelas X, jadipengalamannya kurang banyak, tapi entah mengapa saya punya banyak cerita konyoltentang senioritas di masa SMA saya yang baru setahun ini. Seperti yang sayadengar dari teman-teman, kurang lebih inilah beberapa perkataan senior saya,menanggapi kehadiran angkatan saya:
1. “Masihkelas X aja udah macem-macem, bikin masalah terus”
2. “Dulu itutempat biasanya buat nongkrong kakak kelas, eh anak kelas X udah beraninongkrong disitu juga, dulu waktu aku kelas X sama sekali nggak beraninongkrong disitu”
3. “Sekaranganak kelas X banyak yang ‘mayak’, berani-beraninya lewat koridor kakak kelaspas mau ke kantin”
4. Kebetulanwaktu itu angkatan kelas X dihukum akibat telat membentuk barisan sewaktuupacara, “Aduh panas ya? Disini dingin lo dek, kasian. Rasain, kapok”
5. Masalahtwitter, “Jangan apa-apa di tweet tau nggak sih dasar kalian spoiler semua!”
6. Ketika MOSada seorang junor yang memanggil “Mbak” dan sang senior dengan garangnyaberkata “Kak! Mbak, mbak! Emangnya aku mbak mu apa?”
Then iended up in the corner, thinking so damn hard.. Wow hebat sekali pola pikirsenior-senior saya. Saya sebagai yang ditindas tidak terima walaupun hati sayasedingin beton beku. Inilah reaksi yang terjadi di dalam neuron cerebrum saya:
1. Kembali keawal bahwa namanya aja pendatang baru ya wajar kalo bikin masalah, toh masihimprovisasi. “Kalo ngomel sambil dibimbing dong mbak, mas”
2. “Situ yangbayar listrik sekolah? Situ yang bangun tempat nongkrong? Saya mohon dengansangat, tidak ada papan yang tertancap disana yang berucap bahwa hanya kakakkelas yang boleh nongkrong disana”
3. Then whatdo you expect? Maunya gimana? Terbang? Jalan ke kantin ya lewat situ mau lewatmana lagi? Emang situ yang ngepel setiap hari? Emang kenapa sih kalo adik kelaslewat koridor kakak kelas? Gempa bumi?
4. Dalam hatisaya hanya mengucapkan ungkapan kesal. Kenapa harus bilang begitu? Ungkapanamarah? Atas apa?
5. “Twitteritu kan hak saya. Selama nggak menyebabkan tsunami atau badai katarina sayabebas berekspresi. Emang situ yang punya twitter?” Di sisi lain sebagai seorangsiswa memang harus bertanggung jawab dan super hati-hati sebelum menulissesuatu karena predikat ‘pelajar’ masih melekat, apalagi sekolah saya dipandangsekolah yang sangat bagus di kota saya. Saya pribadi telah berkomitmen untukini dan sangat menaruh perhatian kepada apa yang akan saya tulis karena semuamanusia dan hewan dan tumbuhan di dunia ini dapat melihat apa yang saya tulismelalui social media.
6. Ooomintanya dipanggil ‘kakak’. “Dak dek dak dek, emanya aku adekmu apa?” Adil kan?Ini hanya masalah sepele kawan-kawan.
Oke, jujursaja saya merasa mungkin ada pihak yang terintimidasi, namun saya sepenuhnyabertanggung jawab atas keberadaan argumentasi ini. Karena apa? Saya menuliskebenaran, di sisi lain saya memiliki hak sejak lahir untuk mengungkapkanpendapat saya, sesuai UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 2 ayat (1) bahwa setiap warganegara berhak menyampaikan pendapatnya. Saya tidak takut serangan dari seniorsaya karena: untuk apa? Ini hak saya untuk menulis dan apa yang harusdipermasalahkan atas tulisan saya?
Yang bisasaya jadikan kesimpulan adalah, ternyata sistim senioritas telahdipersalahgunakan ke arah yang tidak baik dengan memanfaatkan hak senior yangmengarah ke arah otoriter kepada junior. Bahkan ada perkataan yang berbunyi“Senior selalu benar”, dikira Tuhan?
Mungkinsenior merasa kesal terhadap junior akibat sikap dan perilaku yang kurang sopandan santun. Saya sebagai senior dan juga junior harus fleksibel dengan keadaanini. Sebagai seorang senior saya merasa tidak nyaman dengan keberadaan junioryang mengganggu literatur kehidupan saya sebagaimana adanya dengan merekabertindak tidak sopan, tindakan yang akan saya ambil adalah meninggalkan juniorjika saya merasa murka, namun akan saya bimbing dengan baik-baik jika moodsedang baik. Saya tidak ingin menghina karena saya sebagai senior juga seorangjunior bagi yang lebih tua daripada saya. Namun ketika saya menjadi seorangjunior, saya akan berusaha keras untuk menjalani hidup ini apa adanya dengantidak mengganggu jalannya kehidupan senior saya sekaligus menjaga sikap danperilaku, tapi tidak perlu sampai harus takut dan tunduk kepada senior saya.
Setiaporang apalagi pelajar jaman sekarang pasti pernah mengalami penggencetan olehsenior, saya juga, tapi kembali ke beberapa paragraf sebelumnya telah sayakatakan saya tidak pernah merasa takut, justru tertawa kecil sendiri akibattindakan konyol yang menurut saya ‘overacting’.
Sayamenemukan satu motif baru bagi mereka yang sangat senioritas: ingin dianggaphebat dan berwibawa dan lebih tua dan berkuasa dan, dan masih banyak lagi.Harapan saya adalah setelah membaca argumentasi ini, apalagi yang merasaseangkatan dengan saya, tolong jangan sampai anda sekalian mengeksploitasimereka yang lebih muda karena hendaknya mereka dibimbing dengan wajar dan penuhkasih sayang, cinta, kasih dan juga rindu. Alangkah indahnya dunia ini jikasenior sangat efektif dan efisien dalam mengarahkan junior mereka. Yang tidakperlu dilebih-lebihkan ya lakukan yang wajar saja, jangan sampai membuat juniortekanan batin dan akhirnya menyebabkan perasaan tidak nyaman hinggaperselisihan antar angkatan. Juga soal MOS, saya harap kegiatan yang tidakperlu diminimalisir, sikap diktator juga diminimalisir, yang perlu digarisbawahi adalah jangan sampai main keroyok dengan junior, kan kasihan.
Sepertisebelumnya saya minta maaf apabila anda merasa tersinggung, tapi sejujurnyasaya hanya ingin menyongsong kehidupan ke arah yang lebih baik. Terima kasihbanyak atas perhatiannya, semoga bermanfaat dan semoga bisa menginspirasibanyak pihak terutama di bidang pendidikan serta hubungan antar angkatan supayahidup tenteram, aman, sentosa, jaya, abadi, dan makmur di bawah perlindunganYang Maha Kuasa.
artikel bagus..i love<3
ReplyDelete